Friday, January 26, 2007

1.000 Hidden Account Number

Ditemukan 1.000 Rekening Tersembunyi

Keuangan negara, Sabtu, 27 Januari 2007

Jakarta, Kompas - Sekitar 1.000 rekening ditemukan di berbagai kementerian dan lembaga nondepartemen sebagai rekening tersembunyi karena uangnya tidak dilaporkan ke kas negara. Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK dan Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan akan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum di kementerian dan lembaga nondepartemen terkait temuan tersebut.

"Itu merupakan hasil penelusuran yang kami lakukan atas rekening-rekening di departemen per 31 Desember 2006. Nilai uangnya masih kami hitung," kata Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan (Depkeu) Hekinus Manao usai berbicara dalam Diskusi Tindak Lanjut Opini Disclaimer (tanpa komentar) BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) di Jakarta, Jumat (26/1).

Menurut Hekinus, rekening tersebut sebagian besar ditemukan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) serta Depkeu. Contoh rekening tersembunyi di Depnakertrans adalah rekening dana jaminan asuransi tenaga kerja yang sudah dibuka sangat lama. Sementara di Depkeu terdapat rekening khusus yang dibuka Ditjen Bea dan Cukai untuk menampung uang jaminan dari importir atas bahan baku untuk produk yang akan direekspor.

"Dengan demikian, ke-1000 rekening itu tergolong resmi karena ada aturan hukum yang mendukungnya. Namun, kesalahannya adalah, dananya tidak disetor ke kas negara. Dengan adanya dana yang dikelola sendiri dan digunakan sendiri di departemen, berarti banyak menteri keuangan di Indonesia ini," katanya.

Sebelumnya, berdasarkan laporan pemerintah per 31 Desember 2005, BPK melaporkan terdapat 1.303 rekening atas nama jabatan dan atau instansi pemerintah yang tidak jelas statusnya dan tidak tercatat dalam neraca pemerintah pusat. Temuan itu terdiri atas 680 rekening giro senilai Rp 7,22 triliun dan 623 rekening deposito sebesar Rp 1,32 triliun. Temuan itu lebih besar dibanding jumlah rekening bermasalah di tahun 2004 yang mencapai 957 rekening.

Temuan rekening bermasalah pada tahun 2005 sebagian besar berada di Departemen Agama, yakni 75 rekening giro senilai Rp 2,89 triliun dan 17 rekening deposito dengan nilai dana Rp 929,01 miliar. Di urutan kedua, Departemen Pertahanan memiliki 96 rekening giro senilai Rp 1,83 triliun dan 40 rekening deposito sebesar Rp 14,59 miliar.

"Hingga saat ini, kami masih memanggil (penanggung jawab rekening) dari beberapa departemen yang belum melaporkan rekening-rekening mereka per 31 Desember 2006. Dengan demikian, nilai dana yang tersimpan dalam rekening-rekening itu lebih besar dibanding 2006," kata Hekinus.

Temuan rekening tersembunyi itu akan menjadi bagian dari LKPP 2006 sebagai laporan keuangan pemerintah yang belum diaudit. Oleh karena itu, LKPP tersebut akan diserahkan kepada BPK untuk diaudit paling lambat dua bulan. Hasil audit tersebut, akan diserahkan kepada DPR sebagai dokumen publik pada akhir semester I 2007.

Hekinus mengatakan, BPK dan Itjen Depkeu diharapkan dapat memastikan status dana yang tersimpan dalam rekening-rekening tersebut, sehingga pemerintah dapat mencatat aset-aset negara yang belum masuk ke neraca. Ada beberapa departemen yang menolak penyerahan dana dalam rekening tersebut ke kas negara dengan alasan uangnya bukan milik pemerintah.

"Semua argumentasi itu kami catat. Namun, status resminya biar BPK atau Itjen yang mengidentifikasi. Identifikasi itu akan menentukan langkah selanjutnya, bisa berupa penutupan rekening atau menyerahkan dananya ke pihak ketiga," katanya.

Sementara itu, Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Soekoyo mengatakan, seluruh permasalahan dalam laporan keuangan pemerintah pusat, termasuk temuan rekening bermasalah, menunjukkan tingkat kepatuhan terhadap aturan pengelolaan dana pemerintah masih sangat rendah. Akibatnya, BPK telah bertahun-tahun memberikan opini disclaimer atau tanpa komentar kepada LKPP.

"Negara lain sudah meninggalkan masalah ketidakpatuhan ini, sehingga mereka sudah beranjak pada audit publik, misalnya Malaysia. Mereka tidak perlu lagi mengutak-atik laporan keuangan pemerintahnya lagi karena tingkat kepatuhan sudah tersistem, sehingga mereka tinggal mengaudit hasil pembangunan terhadap sektor publik. Misalkan audit proyek jalan tol, mereka tidak akan menguji apakah tendernya transparan atau tidak, karena pasti transparan," katanya. (OIN)

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0701/27/utama/3274030.htm