Friday, January 26, 2007

1.000 Hidden Account Number

Ditemukan 1.000 Rekening Tersembunyi

Keuangan negara, Sabtu, 27 Januari 2007

Jakarta, Kompas - Sekitar 1.000 rekening ditemukan di berbagai kementerian dan lembaga nondepartemen sebagai rekening tersembunyi karena uangnya tidak dilaporkan ke kas negara. Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK dan Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan akan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum di kementerian dan lembaga nondepartemen terkait temuan tersebut.

"Itu merupakan hasil penelusuran yang kami lakukan atas rekening-rekening di departemen per 31 Desember 2006. Nilai uangnya masih kami hitung," kata Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan (Depkeu) Hekinus Manao usai berbicara dalam Diskusi Tindak Lanjut Opini Disclaimer (tanpa komentar) BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) di Jakarta, Jumat (26/1).

Menurut Hekinus, rekening tersebut sebagian besar ditemukan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) serta Depkeu. Contoh rekening tersembunyi di Depnakertrans adalah rekening dana jaminan asuransi tenaga kerja yang sudah dibuka sangat lama. Sementara di Depkeu terdapat rekening khusus yang dibuka Ditjen Bea dan Cukai untuk menampung uang jaminan dari importir atas bahan baku untuk produk yang akan direekspor.

"Dengan demikian, ke-1000 rekening itu tergolong resmi karena ada aturan hukum yang mendukungnya. Namun, kesalahannya adalah, dananya tidak disetor ke kas negara. Dengan adanya dana yang dikelola sendiri dan digunakan sendiri di departemen, berarti banyak menteri keuangan di Indonesia ini," katanya.

Sebelumnya, berdasarkan laporan pemerintah per 31 Desember 2005, BPK melaporkan terdapat 1.303 rekening atas nama jabatan dan atau instansi pemerintah yang tidak jelas statusnya dan tidak tercatat dalam neraca pemerintah pusat. Temuan itu terdiri atas 680 rekening giro senilai Rp 7,22 triliun dan 623 rekening deposito sebesar Rp 1,32 triliun. Temuan itu lebih besar dibanding jumlah rekening bermasalah di tahun 2004 yang mencapai 957 rekening.

Temuan rekening bermasalah pada tahun 2005 sebagian besar berada di Departemen Agama, yakni 75 rekening giro senilai Rp 2,89 triliun dan 17 rekening deposito dengan nilai dana Rp 929,01 miliar. Di urutan kedua, Departemen Pertahanan memiliki 96 rekening giro senilai Rp 1,83 triliun dan 40 rekening deposito sebesar Rp 14,59 miliar.

"Hingga saat ini, kami masih memanggil (penanggung jawab rekening) dari beberapa departemen yang belum melaporkan rekening-rekening mereka per 31 Desember 2006. Dengan demikian, nilai dana yang tersimpan dalam rekening-rekening itu lebih besar dibanding 2006," kata Hekinus.

Temuan rekening tersembunyi itu akan menjadi bagian dari LKPP 2006 sebagai laporan keuangan pemerintah yang belum diaudit. Oleh karena itu, LKPP tersebut akan diserahkan kepada BPK untuk diaudit paling lambat dua bulan. Hasil audit tersebut, akan diserahkan kepada DPR sebagai dokumen publik pada akhir semester I 2007.

Hekinus mengatakan, BPK dan Itjen Depkeu diharapkan dapat memastikan status dana yang tersimpan dalam rekening-rekening tersebut, sehingga pemerintah dapat mencatat aset-aset negara yang belum masuk ke neraca. Ada beberapa departemen yang menolak penyerahan dana dalam rekening tersebut ke kas negara dengan alasan uangnya bukan milik pemerintah.

"Semua argumentasi itu kami catat. Namun, status resminya biar BPK atau Itjen yang mengidentifikasi. Identifikasi itu akan menentukan langkah selanjutnya, bisa berupa penutupan rekening atau menyerahkan dananya ke pihak ketiga," katanya.

Sementara itu, Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Soekoyo mengatakan, seluruh permasalahan dalam laporan keuangan pemerintah pusat, termasuk temuan rekening bermasalah, menunjukkan tingkat kepatuhan terhadap aturan pengelolaan dana pemerintah masih sangat rendah. Akibatnya, BPK telah bertahun-tahun memberikan opini disclaimer atau tanpa komentar kepada LKPP.

"Negara lain sudah meninggalkan masalah ketidakpatuhan ini, sehingga mereka sudah beranjak pada audit publik, misalnya Malaysia. Mereka tidak perlu lagi mengutak-atik laporan keuangan pemerintahnya lagi karena tingkat kepatuhan sudah tersistem, sehingga mereka tinggal mengaudit hasil pembangunan terhadap sektor publik. Misalkan audit proyek jalan tol, mereka tidak akan menguji apakah tendernya transparan atau tidak, karena pasti transparan," katanya. (OIN)

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0701/27/utama/3274030.htm

Wednesday, November 22, 2006

Indonesian Investment Opinion

Paradoks Investasi Indonesia

Oleh SOEROSO DASAR

Setiap melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla tidak pernah lupa menitipkan pesan agar para investor luar negeri (negara sahabat) mau menanamkan modalnya di negeri ini. Adapun produk unggulan atau nilai lebih yang dijadikan daya tarik dan mampu dijual adalah tenaga kerja yang berlimpah, dinamika politik yang aman, prosedur mudah, lokasi projek yang strategis, bahkan regulasi-regulasi untuk investasi terus digulirkan.

Pemerintah selalu memberikan "garansi" terhadap unggulan itu. Karena negara seperti Vietnam dan lainnya merupakan kompetitor utama. Terakhir, kujungan SBY ke Cina juga tidak lupa mengharapkan para pengusaha Cina agar mau menginvestasikan modalnya di Indonesia. Perlakuan ini relevan dengan apa yang ditulis oleh Lewis W. Arthur dalam The Theory of Economic Growth: Pembangunan juga harus memusatkan perhatiannya pada proses yang mengubah secara bertahap struktur ekonomi, industri, dan kelembagaan, sehingga memungkinkan menggerakkan industri menggantikan pertanian sebagai lokomotif pembangunan.

Untuk menggerakkan itu semua, negeri ini memerlukan investasi besar, terutama dari para investor dari luar negeri, selain investasi yang dilakukan oleh dana dari dalam negeri. Hitungannya, apabila investasi tinggi maka pada gilirannya penyerapan tenaga kerja tinggi, ujung-ujungnya akan meningkatkan pendapatan dan daya beli (effective demand). Interaksi inilah yang dapat menggelorakan dan mendinamisasikan proses pembangunan.

Indonesia sebagai negara besar (mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia), sebenarnya memungkinkan untuk lebih awal memanfaatkan sekat-sekat ekonominya guna pembangunan bangsa tanpa harus melirik investor-investor dari luar negeri. Karena kekuatan (modal dasar) pembangunan di negeri ini terletak pada kekuatan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Namun teori itu tidak mungkin bisa dijalankan karena dalam kondisi daya beli (effective demand) masyarakat yang rendah, dengan tingkat kebocoran pembangunan yang tinggi (selalu berada di 5 besar negara terkorup di dunia) membuat pembangunan di negeri ini tertatih-tatih jatuh bangun.

Guna memutar roda pembangunan lebih cepat, negeri ini menjadi "pelanggan tetap" badan dunia yang memberikan utang (bukan bantuan). Terperangkap dengan kondisi demikian, tidak sedikit para pengamat menyesali ketergantungan Indonesia terhadap bantuan tersebut. Benar bahwa pinjaman itu salah satu alternatif. Namun kalau sudah ketergantungan, persoalan menjadi lain. Paham-paham model pembangunan yang dikenalkan oleh Lewis dan Chenery tadi banyak negara yang menganutnya, termasuk Indonesia.

Bahkan para pengamat mengatakan negeri ini sudah masuk ke perangkap hutang (the debt trap). Karena dahulu negeri ini pernah meminjam uang hanya untuk membayar bunga dan cicilan utang pada tahun yang sama. Jadi, utang untuk membayar utang. Namun konsep model pembangunan dan ketergantungan terhadap internasional (World Bank, International Monetary Fund) terus saja dianut, sekalipun pemerintahan berganti.

Toturio Dos Santos menolak konsep bantuan tersebut. Menurutnya ketergantungan terhadap negara luar membuat negara terbelakang akan diekspolitasi. Negara maju mengekspolitasi dan menyedot sebagian surplus sehingga ketimpangan terjadi dan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang ditentukan oleh pusat kekuasaan dunia (super power).

Tidak kurang dari kaum struktural pernah mengadakan kajian dengan pola "time series" dan "cross sectional" tentang masalah ini, hasilnya pergeseran produksi barang pertanian ke barang industri terjadi pada saat pendapatan per kapita masyarakat meningkat. Ketika transisi perekonomian terjadi, perlu diperhitungkan perubahan sosioekonomi yang muncul, dengan dampak yang tidak ringan. Persoalannya adalah, perubahan sosio ekonomi tersebut akan membuat atau mengubah perilaku manusia secara cepat.

Urbanisasi meningkat, karena industri perkotaan mengundang dan menarik migrasi dari sektor perdesaan untuk mengadu nasib ke kota. Implikasinya, akan terjadi ketimpangan pendapatan desa kota, karena dinamika dan perputaran ekonomi hanya terjadi di sektor modern perkotaan. Kantong-kantong kemiskinan pun akan lebih terkuak ke permukaan. (Hollis Chenery dan Moses Syrgues, Patton of Development : Oxford University). Realitas itu yang saat ini terjadi di negeri tercinta.

Maka pertanyaan yang relevan adalah, untuk apa sebenarnya tujuan pembangunan dilakukan secara de facto. Apakah argumentasi filosofis, tujuan ekonomis, prinsip-prinsip moral, kepentingan idiologis atau kombinasi dari keseluruhan? Karena bagaimanapun juga begitu banyak muatan faktor tertentu yang akan terikut (inheren) pada pertimbangan keputusan pembangunan yang diambil. Tidaklah aneh apabila proses pembangunan suatu negara, di tengah jalan tujuan pembangunannya dibelokkan ke arah yang lain.

Di sinilah terlihat betapa kompleksnya proses pembangunan ekonomi tersebut, pada tataran realisasi. Tidaklah mengherankan apabila "bongkar pasang" realitas pembangunan terjadi. (Norman T. Uphoff dengan Warrey F. Ilchnas, The New Political Economy, Barkely University of California Press). Bahkan, menurut Harry G. Johnson : The Economic Nationalism : Melihat pandangan atau konsentrasi yang berlebihan pada kepentingan nonekonomi akan membelokkan kebijakasanaan ekonomi jauh dari sasaran yang dikehendaki.

Terlebih, kebijaksanaan nonekonomi tersebut bertentangan dengan rasionalitas ekonomi. Untuk apa lagi kalau tidak untuk kepentingan pribadi, golongan, atau keluarga. Kasus-kasus seperti ini sangat kental terjadi di negara berkembang. Tarik-menarik kepentingan mencolok dan dapat dibaca dengan mata telanjang (lihat : Status pembisik SBY yang hingga hari ini tidak jelas, karena tarik-menarik kepentingan).

Masalah tersebut apabila merujuk pada nasihat Rasul, Barang siapa di antara kalian melihat penguasa yang menyeleweng, yang mengharamkan apa yang diharamkan Allah, merusak janjinya pada Tuhan, menyimpang dari sejumlah Rasulnya, memperlakukan rakyatnya dengan dosa dan permusuhan, lalu dia tidak mau mengubah dengan perbuatan dan ucapan, maka hak bagi Allah untuk memasukkannya ketempatnya (neraka). Karena mereka melakukan ketaatan kepada syetan (Tarih Al-Tabrani).

Di antara diskusi panjang tentang konsep investasi itu, negeri ini punya wajah yang lain. Ketika SBY-Kalla gencar berdiplomasi dan mempromosikan negeri ini, pada saat yang sama, berita dimuat pada berbagai media sangat mencengangkan kita. Betapa tidak, di situ dikatakan lebih sepertiga nilai investasi di Singapura adalah milik warga negara Indonesia. Bisa dibanyangkan betapa besar nilai nominal investasi itu. Konon kebanyakan uang tersebut adalah money laundry, yang diperoleh dari hasil korupsi dan manipulasi di negeri ini.

Uang korupsi dibawa lari, setelah berbagai kemudahan dan fasilitas dinikmati. Kalaulah ini benar maka betapa menyakitkan hati kita terhadap perilaku orang-orang tersebut. Karena begitu banyak kaun duafa yang tinggal di gubuk reot, dengan dada telanjang, kurus kering, menanti belas kasihan dan batuan. Begitu banyak ruang sekolah yang memprihatinkan dan tidak layak untuk belajar. Betapa tragis dan paradoks pemandangan ini. Sementara para "maling" uang negara itu bersiul tenang di luar negeri. Uangnya aman tersimpan dan diinvestasikan di sana.

Singapura belum mau mengikat beberapa perjanjian yang menyangkut klausul-klausul yang secara ekonomi merugikannya, yakni mampu menarik kembali dana investasi warga negara Indonesia. Walaupun Spirit Asean digelorakan, untuk tetap mempertahankan persahabatan. Semoga saja tindakan melarikan uang keluar negeri, tidak terus menular bagi bangsa ini. Karena perilaku sosial yang menonjol seperti hedonisme, menghalalkan segala cara, jalan pintas, keringat dan kerja keras dipandang hina, cenderung mulai diamini. Bagaimanapun juga, yang baik dan buruk tidaklah sama, sekalipun yang buruk itu menarik perhatian kita (QS, 5: 100).

Mencermati dinamika investasi di Indonesia yang berwajah paradoks, semakin menyedihkan. Pada satu sisi SBY-Kala berteriak agar banyak investasi yang masuk, pada sisi yang lain perampok-perampok uang negara melarikan uangnya untuk diinvestasikan di Singapura. Mirip kata pepatah "Arang habis besi binasa". Di mana hati nurani mereka? Semoga Allah membukakan pintu hati mereka, dan memberikan jalan keluar yang terbaik. Amin.***

Penulis, peneliti senior pada PPKSDM Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. (Tulisan ini pendapat pribadi).

http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2006/112006/22/0901.htm


Wednesday, October 11, 2006

Indonesia Unemployment Solution

SUARA PEMBARUAN DAILY
Solusi Masalah Pengangguran di Indonesia


Oleh Daulat Sinuraya

SEKITAR 10 juta penganggur terbuka (open unemployed) dan 31 juta setengah penggangur (underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini dan ke depan. Sepuluh juta penganggur terbuka berarti sekitar separo dari penduduk Malaysia.

Penganggur itu berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik dan kemiskinan. Selain itu, pengangguran juga merupakan pemborosan yang luar biasa. Setiap orang harus mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian, energi listrik, sepatu, jasa dan sebagainya setiap hari, tapi mereka tidak mempunyai penghasilan. Bisa kita bayangkan berapa ton beras dan kebutuhan lainnya harus disubsidi setiap harinya.

Bekerja berarti memiliki produksi. Seberapa pun produksi yang dihasilkan tetap lebih baik dibandingkan jika tidak memiliki produksi sama sekali. Karena itu, apa pun alasan dan bagaimanapun kondisi Indonesia saat ini masalah pengangguran harus dapat diatasi dengan berbagai upaya.

Sering berbagai pihak menyatakan persoalan pengangguran itu adalah persoalan muara. Berbicara mengenai pengangguran banyak aspek dan teori disiplin ilmu terkait. Yang jelas pengangguran hanya dapat ditanggulangi secara konsepsional, komprehensif, integral baik terhadap persoalan hulu maupun muara.

Sebagai solusi pengangguran, berbagai strategi dan kebijakan dapat ditempuh sebagai berikut.

Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.

Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada penanggulangan pengangguran. Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya.

Kebijakan Mikro

Selalin itu, ada juga kebijakan mikro (khusus). Kebijakan itu dapat dijabarkan dalam beberapa poin. Pertama, pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Dengan demikian, diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun masyarakat luas.

Kepribadian yang matang, dinamis dan kreatif memiliki tujuan dan visi yang jauh ke depan, berani mengambil tantangan serta mempunyai mindset yang benar. Itu merupakan tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan informasi yang sangat kompetitif dewasa ini dan di masa-masa mendatang.

Perlu diyakini oleh setiap orang, kesuksesan yang hakiki berawal dari sikap mental kita untuk berani berpikir dan bertindak secara nyata, tulus, jujur matang, sepenuh hati, profesional dan bertanggung jawab. Kebijakan ini dapat diimplementasikan menjadi gerakan nasional melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan yang kompeten untuk itu

Kedua, segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun keuangan (finansial).

Ketiga, segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Hal itu dapat dilakukan serentak dengan pendirian Badan Jaminan Sosial Nasional dengan embrio mengubah PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai devisi menurut sasarannya. Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan tercatat dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaaan lembaga itu dapat disusun dengan baik.

Keempat, segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Itu semua perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.

Kelima, mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan bahan non-organik yang dapat didaur ulang.

Sampah sebagai bahan baku pupuk organik dapat diolah untuk menciptakan lapangan kerja dan pupuk organik itu dapat didistribusikan ke wilayah-wilayah tandus yang berdekatan untuk meningkatkan produksi lahan. Semuanya mempunyai nilai ekonomis tinggi dan akan menciptakan lapangan kerja.

Keenam, mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Lembaga itu dapat disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara profesional sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat di bawah lembaga jaminan sosial penganggur atau bekerja sama tergantung kondisinya.

Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.

Bagi pemerintah Daerah yang memiliki lahan cukup, gedung, perbankan, keuangan dan aset lainnya yang memadai dapat membangun Badan Usaha Milik Daerah Pengerahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri (BUMD-PJTKI). Tentunya badan itu diperlengkapi dengan lembaga pelatihan (Training Center) yang kompeten untuk jenis-jenis keterampilan tertentu yang sangat banyak peluang di negara lain. Di samping itu, perlu dibuat peraturan tersendiri tentang pengiriman TKI ke luar negeri seperti di Filipina.

Kedelapan, segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan. Karena itu, Sisdiknas perlu reorientasi supaya dapat mencapai tujuan pendidikan secara optimal.

Kesembilan, upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap penutupan perusahaan, penurunan produktivitas, penurunan permintaan produksi industri tertentu dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru, justru sebaliknya bermuara pada PHK yang berarti menambah jumlah penganggur.

Pihak-pihak yang terlibat sangat banyak dan kompleks sehingga hal itu perlu dicegah dengan berbagai cara terutama penyempurnaan berbagai kebijakan.

Kesepuluh, segera mengembangkan potensi kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif dan remuneratif.

Hal-hal yang paling sedikit yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja bagi para penggemar sesuai pendidikannya, keterampilannya, umurnya penganggur terbuka atau setengah penganggur, atau orang yang baru masuk ke pasar kerja, dan sebagainya.

Diharapkan ke depan kebijakan ketenagakerjaan dapat diubah (reorientasi) kembali agar dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi pengangguran.

Penulis adalah Sekjen Himpunan Pembina Sumberdaya Manusia Indonesia (HIPSMI)

Last modified: 7/9/04

http://www.suarapembaruan.com/News/2004/09/07/Editor/edit02.htm

Increasing Poverty

Rabu, 11 Oktober 2006

Penduduk Miskin DIY Diperkirakan Naik 6,4 persen


Jogyakarta, Central Java

Akibat gempa bumi (earth quake) 27 Mei, sebagian masyarakat DIY kehilangan rumah, harta benda, dan mata pencaharian. Mengacu pada kondisi tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan terjadi penambahan sedikitnya 6,4 persen penduduk miskin baru pascabencana alam di DIY.

Berdasarkan pendataan oleh pemerintah di tingkat kabupaten/kota, hingga 7 September jumlah rumah tidak layak huni (roboh dan rusak berat) mencapai 177.411 unit. Sementara itu, laporan International Labour Organization (ILO) pascagempa memperkirakan penduduk DIY yang kehilangan mata pencaharian mencapai lebih dari 214.000 orang atau 13,38 persen dari total pekerja di provinsi ini (semester I 2006) sebanyak 1,6 juta orang.

Akibatnya, sebagian dari mereka hingga kini kesulitan mencukupi kebutuhan hidup dasar (sandang, pangan, dan papan) sehingga diprediksi penduduk miskin baru di DIY bertambah 52.128 orang. Kabupaten Bantul yang wilayahnya paling rusak parah terkena gempa juga menduduki peringkat teratas dalam hal pertambahan penduduk miskin. Angka penduduk miskin baru di kabupaten ini diperkirakan mencapai 24.000 jiwa atau 30,7 persen dari total 866.997 jumlah penduduk miskin pascabencana.

Meski warga miskin di Bantul diperkirakan paling banyak jumlahnya, ternyata sebagian dari mereka belum masuk dalam daftar penerima bantuan rekonstruksi rumah. Oleh karena itu, Pemkab Bantul terus melakukan verifikasi rumah tidak layak huni sehingga data penerima bantuan rekonstruksi benar-benar valid dan tepat sasaran. (SUGITO/LITBANG KOMPAS)

https://www.kompas.com/kompas-cetak/0610/11/jogja/29685.htm

Low Purchasing Power

Selasa, 22 Agustus 2006

Daya Beli Masih Rendah


Tasikmalaya (West Java), Kompas - Sejak tahun 2001, pendapatan asli daerah atau PAD Kabupaten Tasikmalaya meningkat. Namun, meningkatnya PAD tidak serta-merta mampu meningkatkan daya beli masyarakat Kabupaten Tasikmalaya yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian.

Daya beli masyarakat masih rendah karena hasil pertanian masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan petani dan keluarganya. Pertanian belum dikembangkan menjadi unit usaha komersial yang menguntungkan.

Menurut Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kabupaten Tasikmalaya Hidayat, Senin (21/8), yang paling memungkinkan untuk dilakukan Kabupaten Tasikmalaya ialah mengembangkan agrobisnis.

Apalagi, lanjut Hidayat, struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya masih didominasi sektor pertanian. "Upaya konkretnya berupa pengembangan padi organik yang dipadukan dengan peternakan," katanya.

Kerja sama (Collaboration)

Sementara Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi (Unsil) Prof Dr Kartawa mengatakan, jika pertanian menjadi prioritas pembangunan, seharusnya hal itu tercermin dari besarnya alokasi anggaran dalam APBD untuk pertanian.

"Selama ini dari besaran APBD untuk pertanian, saya masih belum melihat bahwa sektor itu menjadi prioritas pembangunan. Besarnya alokasi untuk sebuah sektor menjadi cerminan ke mana pembangunan diprioritaskan," kata Kartawa.

Diakui, sebagian besar masyarakat Kabupaten Tasikmalaya bergerak di sektor pertanian. Selain itu, lahan produktif yang bisa ditanami masih luas. Jika diprioritaskan, sektor pertanian akan mendongkrak taraf ekonomi masyarakat, tetapi hasilnya tidak akan secepat industri. "Investasi di bidang pertanian memerlukan waktu," ia menegaskan.

Untuk mengembangkan sektor pertanian, menurut dia, diperlukan pengembangan agrobisnis dari hulu hingga hilir. Hal ini untuk mengantisipasi posisi petani yang selalu "tersisih" dalam rantai ekonomi.

"Ketika memerlukan sarana produksi, petani di posisi paling belakang sehingga biaya yang dikeluarkan tinggi. Sementara ketika menjual hasil produksinya, di posisi terdepan dan mendapatkan harga jual rendah," tuturnya.

Oleh karena itu, lanjut Kartawa, jalan keluar yang dapat diambil adalah kerja sama petani dengan koperasi atau industri yang berperan menjadi pasar dari produk pertanian itu.

Prioritas (Priorities)

Tahun 2006, menurut Hidayat, pembangunan Kabupaten Tasikmalaya terfokus pada pemindahan ibu kota ke Kecamatan Singaparna. Sekretaris Program Pendanaan Kompetisi (PPK) IPM Kabupaten Tasikmalaya Endang Wahyuningsih menuturkan, untuk mengganti turunnya produksi pertanian akibat alih fungsi lahan pemindahan ibu kota harus dilakukan perbaikan teknologi pertanian, yaitu dengan mengembangkan pertanian padi organik. (adh)

https://www.kompas.com/kompas-cetak/0608/22/Jabar/4909.htm

Saturday, December 03, 2005

UMK 2006 West Java

Perbandingan UMK 2006 dan KHL 2005
No
Kab/Kota
UMK2006 Rp
KHL2005 Rp
UMK2006/ KHL2005
1
Kota Bogor
611.478,78
a. upah min kota
720.750
117,87%
b. UKM, garmen, tekstil, sepatu, jasa
630.000
103,03%
2
Kota Cirebon
540.500
641.881.00
84,21%
3
Kab Cirebon
526.125
542.621,88
96,96%
4
Kab Indramayu
581.000
580.600,00
100,07%
5
Kab Majalengka
489.000
627.024,77
77,99%
6
Kab Purwakarta
757.815,00
a. Upah Min Kab
713.000
94,09%
b. Usaha Garmen, boneka, topi
650.000
85,77%
7
Kota Bandung
746.500
788.248,00
94,70%
8
Kota Tasikmalaya
500.000
712.765,50
70,15%
9
Kota Banjar
450.000
672.433,00
66,92%
10
Kab Garut
465.000
605.796,00
76,76%
11
Kab Ciamis
457.500
703.417,00
65,04%
12
Kab Tasikmalaya
498.000
633.424,00
78,62%


Perkembangan UMP Jawa Barat (dalam rupiah)

2002
2003
2004
2005
2006
280.799320.000366.500408.260447.654

sumber : Harian Kompas, tanggal 2 Desember 2005, halaman 27
Disnakertrans Prop Jabar dan Kep Gub Jabar No 561 thn 2005

Friday, December 02, 2005

Dilema Upah Minimum Buruh

Jumat, 02 Desember 2005

Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang upah minimum Provinsi Jawa Barat tahun 2006 menghadapi penolakan dari kaum pekerja yang menilai UMP itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Harga-harga yang meningkat pascakenaikan harga bahan bakar minyak membuat biaya hidup kian mahal.

Tetapi pengusaha pemberi upah pun punya persoalan, cemas melihat kenaikan biaya produksi yang dapat membuat prospek usaha memburuk.

Upah yang tidak mencukupi itu misalnya dirasakan Asep (28), buruh tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Gajinya yang Rp 620.000 per bulan tidak cukup buat hidup bersama istri dan seorang anaknya. Pekerja lainnya, Iwan (22), karyawan perusahaan tekstil, juga di Majalaya, hanya sedikit lebih beruntung dari Asep. Setiap bulan buruh lajang ini menerima upah Rp 671.000.

Jika dibandingkan dengan upah minimum Kabupaten Bandung 2005 sebesar Rp 601.000, sekilas gaji Asep dan Iwan lebih tinggi sedikit daripada upah minimum kabupaten/kota (UMK). Namun, pascakenaikan harga BBM Oktober lalu, nilai upah tersebut di bawah kebutuhan hidup mereka.

Kondisi serupa juga dialami buruh-buruh lain di Kecamatan Majalaya, yang umumnya bekerja di perusahaan tekstil. Upah yang mereka terima hanya cukup untuk biaya transportasi dan makan sehari-hari. Karena itulah mereka sangat berharap adanya kenaikan UMK dalam kondisi lebih sulit seperti sekarang. Namun, kenaikan upah yang sudah ditetapkan Gubernur Jabar tampaknya mengguratkan rasa kecewa. Berbagai demo menuntut kenaikan upah minimum pun digelar.

Upah minimum yang ditetapkan Gubernur itu rata-rata hanya naik 9,63 persen dibandingkan dengan tahun 2005, jauh dari tuntutan para buruh yang mereka ajukan melalui serikat pekerja. Rata-rata kenaikan minimal yang mereka minta sama dengan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan.

KHL diartikan sebagai standar hidup yang harus dipenuhi bagi seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak, baik secara fisik, nonfisik, maupun secara sosial, selama satu bulan.

Ia terdiri dari tujuh komponen, meliputi 46 jenis kebutuhan. Ketujuh komponen KHL itu adalah makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan. Dalam menetapkan upah minimum, KHL ini memang dijadikan salah satu bahan pertimbangan.

Selain KHL, dalam menentukan upah minimum, dewan pengupahan yang dibentuk gubernur juga mempertimbangkan tiga faktor, yaitu produktivitas tenaga kerja, laju pertumbuhan ekonomi (LPE), dan usaha yang paling tidak mampu (marjinal).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Pemerintah Provinsi Jabar menetapkan LPE sebesar 6,3 persen dan produktivitas tenaga kerja 0,96 persen. Sementara usaha yang paling tidak mampu didasarkan pada nilai KHL terendah di Kabupaten Cirebon adalah Rp 542.621.

Rumus buat penetapan UMP yang dipakai oleh dewan pengupahan provinsi adalah penjumlahan LPE dan produktivitas tenaga kerja dikalikan dengan KHL. Kemudian hasilnya ditambahkan dengan UMP tahun 2005. Dari rumusan tersebut, keluarlah angka Rp 447.654 yang kemudian ditetapkan Gubernur Jabar sebagai UMP 2006.

Nilai UMP yang ditetapkan itu ternyata baru mencapai 82,50 persen dari KHL Kabupaten Cirebon, KHL terendah di Provinsi Jabar. Sedangkan jika dibandingkan dengan UMP tahun 2005, yakni Rp 408.260, besaran kenaikan hanyalah 9,65 persen. Setelah menjadi ketetapan Gubernur, UMP inilah nantinya yang dijadikan landasan bagi semua kabupaten/kota untuk menetapkan UMK.

Relatif kecil

Nilai UMP yang ditetapkan Gubernur Jabar memang relatif kecil, namun menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Sukarto Karmen pekan lalu, upah minimum itu hanya berlaku untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Bagi pekerja/buruh dengan masa kerja lebih dari satu tahun, upah itu dirundingkan secara bipartit antara pekerja/buruh atau serikat pekerja dan pengusaha di perusahaan yang bersangkutan.

Keputusan Gubernur itu juga menetapkan, perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari ketentuan upah minimum tidak boleh menurunkan upah pekerjanya. Perusahaan yang tidak mampu melaksanakan ketentuan itu dapat mengajukan penangguhan upah minimum melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jabar paling lambat 10 hari sebelum 1 Januari 2006. Kemudian, pemerintah akan meninjau dan mengaudit perusahaan yang mengajukan penangguhan itu.

Pembentukan UMK

Setelah penetapan UMP, dewan pengupahan kabupaten/kota akan mengusulkan UMK. Nilai UMK yang diajukan itu didasarkan pada KHL masing-masing daerah serta memerhatikan UMP yang diputuskan Gubernur. Nilai UMK tahun depan itu minimal harus sama atau lebih besar dari UMP yang ditentukan oleh Gubernur. Nilai UMK hasil pembahasan dewan pengupahan itu kemudian diusulkan oleh kepala daerah kabupaten/kota kepada Gubernur untuk disahkan sebagai ketetapan.

Hingga kini, Gubernur baru mengesahkan UMK untuk 12 kabupaten/kota di Jabar. Di luar itu, 13 kabupaten/kota lainnya terlambat mengajukan usul nilai UMK. Keterlambatan ini terjadi karena harus adanya penghitungan ulang akibat kenaikan harga BBM pada awal Oktober silam. Kenaikan harga BBM itu berdampak pada tingginya kebutuhan hidup, angka inflasi, dan biaya produksi. Kini penghitungan UMK di 13 kabupaten/kota tersebut belum tuntas.

Meski hampir separuh kabupaten/kota sudah ditetapkan, tampaknya UMK itu belum menyelesaikan masalah. Sejumlah demo buruh lewat serikat pekerja yang marak di berbagai tempat di Jabar menjadi bukti ketidakpuasan itu. Mereka meminta kenaikan UMK yang lebih layak.

Serikat Pekerja Nasional Jabar, misalnya, menuntut kenaikan upah berdasarkan KHL sebesar 100 persen ditambah 30 persen dari KHL untuk mengatasi masalah inflasi. Namun, kenaikan upah minimum di Jabar hanya 60-85 persen dari KHL. Besar rata-rata KHL di Jabar adalah Rp 800.000 per bulan.

Kenaikan UMK itu menjadi dilema. Di satu sisi buruh berhadapan dengan kenaikan biaya hidup dan tidak puas karena tidak sebandingnya kenaikan upah dengan kenaikan harga-harga. Di sisi lain, pengusaha pun merasa biaya produksi naik sehingga khawatir produknya tidak laku di pasar.

Mungkin kearifan masing-masing pihak dalam menghadapi dilema inilah yang akan dapat membuat persoalan upah minimum tersebut tidak selalu berselimutkan rasa tidak puas. (Db01/LITBANG KOMPAS)

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0512/02/Jabar/2258002.htm

Friday, November 18, 2005

Usulan UMK Tangerang 2005

Sabtu, 19 November 2005 02:31 WIB

UMK Buruh di Kabupaten Tangerang jadi Rp800 Ribu

Penulis: Sumantri Handoyo

TANGERANG--MIOL: Upah Minimum Komulatif (UMK) buruh di Kabupaten Tangerang naik, dari Rp693.500 menjadi Rp800.000. Meski masih di bawah DKI Jakarta (Rp819.000), kenaikan itu mesti disambut hangat.

Kenaikan UMK yang diputuskan, Jumat (18/11) itu, merupakan kesepakatan Dewan Pengupahan, di kantor Disnaker Kabupaten Tangerang, jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Cokokol, Kota tangerang, Banten. Dewan ini terdiri dari Apindo, Kadin, Depnaker, perwakilan pekerja, unsur Badan Statistik dan Kejaksaan.

Menurut Kepala Disnaker, Kabupaten Tangerang, Apon Suryana, penetapan kenaikan upah tersebut sudah final. Sehingga pihaknya tinggal menunggu Surat Keputusan (SK) Bupati Tangerang, Ismet Iskandar untuk dilanjutkan ke Gubernur Banten agar di sahkan.

"Kami sedang usulkan ke bupati dan paling lambat SK itu harus turun, 21 November. Karena pada 1 Januari 2006 UMK tersebut sudah harus diberlakukan," kata Apon.

Kesepakatan nilai UMK tersebut, diambil dengan mempertimbangkan enam variabel. Di antaranya tingkat laju inflasi, indeks harga konsumen, tingkat perekonomian dan perdagangan, kemampuan perusahaan, Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan pertimbangan UMK wilayah sekitar.

Namun demikian lanjut Apon, untuk melihat kemampuan setiap perusahaan di wilayahnya, dewan juga memberi kelonggaran terhadap mereka. Caranya, memberi kelonggaran penangguhan 10 hari sebelum 1 Januari 2006.

"Bagi perusahaan yang tak mammpu dan keberatan dengan hasil kesepakatan kenaikan UMK tersebut mereka dapat mengajukan permohonan. Namun harus dilengkapi neraca rugi-laba perusahaan, yang diketahui akuntan publik dua tahun terakhir ini," katanya.

Sekretaris Apindo Kabupaten Tangerang, Djuanda Usman yakin hasil kesepakatan Dewan Pengupahan itu tidak akan menimbulkan gejolak di kalangan buruh, meskipun mereka mengusulkan UMK tersebut dinaikkan Rp 1 juta. "Saya yakin ini tidak akan menimbulkan persoalan."

Pasalnya kesepakatan tersebut dilahirkan melalui pertimbangan dan pengkajian yang melibatkan 39 orang anggota Dewan Pengupahan dan unsur lainnya.

Sementara itu, pembahasan UMK di Kota Tangerang, hingga Kamis (17/11) pukul 22.00 Wib belum menghasilkan kesepakatan apa-apa. Perundingan akan dilanjutkan, Minggu (20/11). (SM/OL-02)

http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=81549

Friday, July 01, 2005

Berita TapSel

01 Jul 05 08:39 WIB
Hasil Pilkada Tapsel Dikawal Ketat
Ongku-Aldinz Raih Suara Terbanyak, Golput Nomor 2

P. Sidimpuan, WASPADA Online
KPUD Kabupaten Tapanuli Selatan, Kamis (30/6) menetapkan sekaligus mengumumkan pasangan calon bupati/wakil bupati periode 2005-2010, Ir Ongku Parmonangan Hasibuan, MM-Ir Aldinz Rapollo Siregar sebagai peraih suara terbanyak dengan 88.513 suara atau 33,37 persen suara dari 265.265 suara sah.

Sedangkan pemilih terdaftar yang tidak ikut mencoblos (golput) mencapai 107.466 suara atau 28,27 persen, belum termasuk yang tidak terdaftar. Penetapan dan pengumuman hasil penghitungan suara dari 28 kecamatan yang berlangsung di aula KPUD Tapsel, Jalan Willem Iskandar Padang Sidimpuan dipimpin Ketua KPUD, Mustar Edi Hutasuhut, SH dihadiri Pj. Bupati Tapsel, Drs Abdul Rahim Siregar, Kapolres Tapsel, AKBP Drs Didid Widjanardi, SH, Dandim 0212/TS Letkol Inf Ibnu Anwar, Kajari P. Sidimpuan, Kamar Sembiring, SH, Sekdakab Tapsel, Ir Leonardy Pane bersama Panwas Pilkada dikawal ketat aparat Polres Tapanuli Selatan, baik di dalam maupun di luar gedung KPUD menyusul adanya isu aksi unjukrasa.

Berdasarkan hasil SK KPU Nomor 36 tahun 2005 tanggal 30 Juni 2005, yang dilampiri dengan berita acara nomor 42/KPU-TS/IV/2005 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kab. Tapsel Tahun 2005, pasangan Ongku-Aldinz yang diusung PKS dan PKB tinggal selangkah lagi duduk di kursi orang nomor satu dan dua di Tapsel.

Rival terkuatnya dalam pemilihan KDH pertama di Tapsel yang dilaksanakan secara langsung, yakni pasangan Drs Bachrum Harahap-Tongku Palit Hasibuan, SE yang berada di posisi kedua dengan perbedaan perolehan suara cukup signifikan. Pasangan nomor satu ini hanya meraih 57.691 suara (21,75 persen) atau terpaut 30.822 di bawah Ongku-Aldinz.

Di posisi ketiga ditempati pasangan H Irwan Efendi Ritonga, SH-Khoiruddin Siregar, S.Ag dengan perolehan suara 45.267 (17,06 persen), posisi keempat pasangan Drs Rahudman, MM-H Rahmad Nasution. Sedangkan pasangan H. Sarbaini Harahap, SH-Syarifullah Husni Siregar, SE berada di urutan paling bawah (lima) dengan memperoleh 32.572 suara (12,28 persen).

Hasil Pilkadasung Tapsel ini, jika diukur dari jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya tergolong sukses dibanding daerah lain. Jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) hanya 107.466 (28,27 persen). Sedangkan suara batal hanya mencapai 7.646 (2,8 persen) dari total jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih.

Berita acara penetapan dan pengumuman hasil penghitungan suara pemilihan calon KDH Tapsel dihadiri dan ditandatangani Ketua KPUD Tapsel, Mustar Edi Hutasuhut, SH bersama dua anggota KPUD yakni Amril Hakim Harahap, S.Pd dan Mhd Aman Siregar. Sedangkan dua anggota lainnya, Erwin Syarifuddin Harahap (mantan ketua) dan Fitri Lenniwati, S.Pd tidak menghadiri rapat pleno penetapan tersebut. Begitu juga dengan saksi, hanya dari PKS yang menandatangani berita acara. (c23)

(am)

sumber:
http://www.waspada.co.id/berita/sumut/artikel.php?article_id=63264

Plus 600.000 penganggur

Penganggur Bertambah 600.000 Orang

Jakarta, Kompas, Updated: Sabtu, 02 Juli 2005, 05:17 WIB

Barisan penganggur di Indonesia bertambah panjang. Sejak Agustus 2004 sampai Februari 2005 terdapat tambahan penganggur 600.000 orang.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja yang masih menganggur hingga Februari 2005 mencapai 10,9 juta orang.

Kepala BPS Choiril Maksum di Jakarta, Jumat (1/7), menyebutkan, tambahan pengangguran itu terjadi karena peningkatan angkatan kerja lebih besar daripada kenaikan lapangan kerja. Jumlah angkatan kerja bertambah 1,8 juta orang, yakni dari 104 juta orang pada Agustus 2004 menjadi 105,8 juta orang pada Februari 2005. Peningkatan jumlah penduduk yang bekerja hanya mencapai 1,2 juta orang, yakni dari 93,7 juta orang menjadi 94,9 juta orang.

"Itu merupakan hitungan kasar kami," kata Choiril.

Penambahan pengangguran baru itu terjadi karena pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama tahun 2005 yang mencapai 6,35 persen (setahunan) tidak diikuti penciptaan lapangan kerja baru, namun lebih terfokus pada industri berbasis modal. Pertumbuhan ekonomi lebih banyak terbangun dengan penambahan investasi dan peningkatan kapasitas produksi di sektor-sektor yang tidak banyak menampung pekerja.

Sasaran ekonomi

Secara terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie menyebutkan, pemerintah telah menetapkan sasaran ekonomi untuk lima tahun mendatang, yakni menurunkan tingkat pengangguran penduduk miskin.

Untuk mencapai itu, laju pertumbuhan ekonomi harus mengalami akselerasi, dari 4,5 persen pada tahun 2003 menjadi 7,2 persen pada tahun 2009, kata Aburizal. (KOMPAS/EGI/OIN)

sumber :

http://www.kompas.co.id/utama/news/0507/02/051757.htm